Ghibah
adalah perbuatan haram dan termasuk dosa besar. Keharamannya disebutkan secara
langsung dalam Al-Qur'an. Namun hampir setiap muslim pernah melakukannya.
Padahal mungkin mereka tahu, seorang penggunjing diancam dengan siksa keras di
sisi Allah, Allah menerangkan tentang haramnya ghibah,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
"Dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujuraat: 12)
Ibnu
Katsir rahimahullah dalam
menafsirkan ayat ghibah di atas mengatakan, "Ghibah (menggunjing)
diharamkan menurut ijma'. Tidak ada pengecualian darinya kecuali jika ada
mashlahat yang lebih, seperti dalam konteks jarh
wa ta'dil dan nasihat."
Imam
al-Qurthubi rahimahullah
mengatakan, "Ijma' menyatakan bahwa ghibah termasuk salah satu dari dosa
besar. Dan wajib bertaubat kepada Allah darinya."
Cukuplah
kalimat permisalan yang disebutkan Al-Qur'an menunjukkan keharaman dan buruknya
perbuatan ghibah, yaitu "Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya."
Dalam
konteks ini Allah memburukkan perilaku ghibah agar orang-orang menjauhinya.
Sebab seluruh manusia pasti menganggap perbuatan memakan daging manusia sebagai
sesuatu yang menjijikkan. Terlebih yang dimakan adalah saudara kandungnya
sendiri ataupun saudara seiman. Lalu bagaimana kalau yang dimakan adalah daging
yang sudah busuk?
Al-Qurthubi
mengatakan, "Allah mengumpamakan ghibah dengan memakan bangkai, karena
bangkai tidak tahu kalau ia dimakan. Begitu juga dengan orang hidup, ia tidak
tahu gunjingan orang yang menggunjingnya."
Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'Anhuma
mengatakan, "Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan ini untuk perbuatan
ghibah, karena memakan daging bangkai adalah perbuatan haram yang menjijikkan,
begitu juga ghibab, haram dalam pandangan agama dan buruk menurut penilaian
jiwa."
Qatadah
rahimahullah berkata,
"Sebagaimana salah seorang kalian dilarang memakan daging saudaranya yang
sudah mati, begitu juga wajib menjauhi menggunjingnya sewaktu ia masih hidup.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ
دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
"Setiap muslim haram darah, harta, dan
kehormatannya atas muslim lainnya." (HR. Muslim)
Apa itu Ghibah?
Sesudah
mengetahui bahaya ghibah, mari kita pahami definisinya, bahwa ghibah adalah
menyebut (membicarakan) orang lain yang tidak ada di tempat dengan sesuatu yang
dibencinya meskipun yang dibicarakan itu benar adanya. Maka jika kita
membicarakan tentang aib fisik atau sifat saudara kita yang tidak ada bersama
kita, maka kita sudah menggunjingnya, dan kita telah melakukan dosa besar.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda,
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
"Kamu menyebut tentang saudaramu apa
yang dia benci.” Ada seseorang bertanya, “Bagaimana jika yang aku
bicarakan ada pada dirinya?” Beliau menjawab,
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
"Jika yang engkau bicarakan ada pada
dirinya berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika tidak ada pada dirinya
maka sungguh engkau telah berbuat dusta." (HR. Muslim)
Al-Hasan
al-Bashri berkata, "Ghibah (menggunjing) ada tiga bentuk, semuanya
terdapat dalam Kitabullah Ta'ala: ghibah, ifkun, buhtan. Adapun Ghibah adalah
engkau berkata tentang saudaramu apa yang ada pada dirinya. Sementara Ifkun
(berita bohong), engkau berbicara tentangnya sebagaimana kabar yang sampai
kepadamu. Sedangkan Buhtan (dusta), engkau membicarakan keburukan saudaramu
yang tidak ada padanya." (Dinukil dari Tafsir al-Qurtubi)
Bahaya Ghibah
Letak
parahnya perbuatan ghibah dapat dilihat dari dua sisi: Pertama, ghibah
(menggunjing) berkaitan dengan hak hamba, dosanya lebih berbahaya karena
kezalimannya merembet kepada manusia.
Kedua,
ghibah merupakan maksiat yang dikerjakan dengan ringan oleh kebanyakan manusia
kecuali orang yang dirahmati Allah. Dan sesuatu yang ringan yang biasa dikerjakan
manusia biasanya dianggap sepele, padahal dosanya sangat besar di sisi Allah.
Kafarat Dosa Ghibah (Menggunjing)
Jika
seseorang terjerumus ke dalam perbuatan ghibah (menggunjing) hendaknya ia
menyesali perbuatannya, meninggalkannya, bertekad tidak akan mengulanginya,
memohon ampun kepada Allah, dan bertaubat kepada-Nya. Dan pintu Taubat
senantiasa terbuka bagi orang yang berdosa lalu menyesalinya. Hanya saja, dosa
menggunjing ada kaitan dengan makhluk. Sedangkan di antara syarat taubat yang
memiliki sangkutan hak adami adalah dengan meminta kehalalan dan maafnya.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ
مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ
دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ
وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
"Barangsiapa yang pernah menzalimi
saudaranya dari kehormatan atau sesuatu (miliknya) hendaknya ia meminta
kehalalannya dari kezaliman itu pada hari ini, sebelum datang hari kiamat yang
saat itu tidak ada manfaatnya lagi dinar dan dirham, jika ia mempunyai amal
shalih maka akan diambil sekadar dengan kezalimannya, dan jika tidak memiliki
kebaikan maka keburukan saudaranya akan diambil dan dibebankan kepadanya."
(HR. Al-Bukhari dan lainnya)
Maka
seseorang yang sudah menggunjing saudara muslim lainnya, dan sudah menyebar
serta sampai pada orang yang digunjingnya, hendaknya ia datang kepada
saudaranya tersebut, mengakui kesalahannya, dan meminta maaf kepadanya. Kecuali
jika khawatir keterusterangannya tersebut menimbulkan kerusakan yang lebih
besar, maka ia cukup memintakan ampun dan mendoakan kebaikan untuknya,
memujinya dan menyanjung akhlak baik yang ada padanya. Hal ini juga berlaku
jika isi ghibahnya belum sampai kepada orang yang digunjing, maka tidak perlu
memberi tahukan kepadanya, karena bisa menjadikan ia marah dan rusak hubungan
persaudaraan. Inilah pendapat kebanyakan ulama, riwayat yang berasal dari Imam
Ahmad, yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan lainnya.
Al-Hasan
al-Bashri rahimahullah
berkata,
كفارة الغيبة أن تستغفر لمن اغتبته
"Kafarat ghibah adalah engkau
memintakan ampun untuk orang yang engkau gunjing." Wallahu
Ta'ala A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar