Para
ulama terdahulu maupun sekarang, baik para ahli fikih, ahli tafsir, ahli hadits
dan selainnya, mereka mengharamkan bagi wanita untuk berjabat tangan dengan
laki-laki yang bukan mahramnya. Dan tidak ada dari ulama-ulama tersebut yang
menyelisihi pendapat itu sampai saat ini, kecuali hanya sebagian ulama pada
jaman ini yang memfatwakan perkataan yang menyimpang dari syariat, mengenai
bolehnya wanita berjabat tangan dengan laki-laki non mahram.
Maka
kami akan menyebutkan beberapa perkataan ulama madzhab yang terkenal dengan
keilmuannya akan Al-Quran dan Hadits Nabi. Sehingga dapat memberi pengetahuan
bahwa perkataan yang menyelisihinya adalah perkataan yang menyimpang dan tidak
sesuai dengan Al-Quran dan hadits Nabi.
Madzhab Hanafi
Penulis
kitab Al-Hidayah berkata: “Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki
untuk menyentuh wajah atau telapak tangan seorang wanita walaupun ia merasa
aman dari syahwat”
Penulis
kitab Ad-Dur Mukhtar mengatakan: “Tidak diperbolehkan menyentuh wajah
atau telapak tangan wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat”
Madzhab Maliki
Imam
Ibnul Arabi, yang merupakan ulama madzhab Maliki, berkata mengenai firman Allah
yang artinya “Ketika datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk
mengadakan janji setia kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun” (Al-Mumtahanah: 12) (Ayat ini turun berkenaan dengan
wanita-wanita muslimah yang ingin berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam.
pent). Kemudian beliau menerangkan hadits dari Urwah bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu
‘Anha berkata: “Rasulullah Shallallahu‘Alaihi
wasallam diuji dengan ayat ini “Jika datang kepadamu
perempuan-perempuan beriman”. Ma’mur berkata bahwasanya Ibnu Thawus mengabarkan
dari bapaknya: “Tidak boleh seorang laki-laki menyentuh tangan perempuan
kecuali perempuan yang ia miliki”.
‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim:
“Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan
perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”. Dan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika membaiat) Aku tidak berjabat
tangan dengan wanita, namun aku membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus
orang wanita sebagaimana baiatku kepada satu orang wanita”. Diriwayatkan
pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berjabat tangan
dengan wanita menggunakan bajunya.
Pada
riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjabat tangan
dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di atas batu
besar, kemudian Umar Radhiyallahu ‘Anhu membaiat mereka. Hadits ini
riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari hadits-hadits shahih
di atas.
Imam
Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan
wanita”. Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari hal
tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah dengan
berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat wanita dengan
berjabat tangan secara langsung.
Madzhab As-Syafi’i
Imam
Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Sahabat kami berkata bahwa
diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah
dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang
bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli
atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya.
Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian.
Imam
Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Hal ini menunjukkan
bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga
menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah
diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan tidak boleh
menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang
darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa
penyakit”.
Madzhab Hambali
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Haram hukumnya
memandang wanita dan amrod (anak berusia baligh tampan yang tidak tumbuh
jenggotnya) diiringi dengan syahwat. Barang siapa yang membolehkannya, maka ia
telah menyelisihi Ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Hal ini juga
merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafi’i. Segala hal yang dapat
menimbulkan syahwat, maka hukumnya adalah haram tanpa keraguan di dalamnya.
Baik itu syahwat yang timbul karena kenikmatan memandang atau karena hubungan
badan. Dan menyentuh dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.”
Ibnu
Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan: “Diperbolehkan berjabat tangan antara
wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan wanita
terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk
menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah.
Beliau
juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ : “Abu Abdillah (Imam Ahmad)
pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita
yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, “Tidak boleh!”. Karena ingin
mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: “Bagaimana jika berjabat
tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu Abdillah pun mengatakan : “Tidak
boleh!”. Laki-laki yang lain ikut bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan
kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku
bertanya lagi, “Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah
menjawab: “jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah
mengapa”.
Dari
nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung dengan
wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara kemaksiatan yang
telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini termasuk kemungkaran jika
diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang buruk
atau tanda rusaknya agama seseorang.
Dan
sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang menyentuh wanita
yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dari Ma’qil bin
Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya salah seorang diantara
kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi , itu lebih baik baginya daripada
menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya”, (HR. Thabrani dan juga
Baihaqi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar