Syeikh Ibnu ‘Athaillah
As-Sakandary
Syeikh
Ibnu Ajibah al-Hasany dalam syarah Al-Hikam mengatakan, bahwa riya’ itu
bermakna sebagai pencarian posisi di tengah publik, melalui amalnya yang saleh.
Apakah amal itu terlihat jelas atau tersembunyi.
Bahkan
riya’ itu sering merasuki amal-amal yang tersembunyi, ketika tak seorang pun
memandang anda. Dan ini sangat sulit, karena lebih rumit dibanding lubang
semut.
Sebagian
kaum ‘arifin menegaskan, “Aku berusaha membuang riya’ dalam hatiku dalam setiap
rekayasa, dari berbagai arah, hingga saya meraih dari sisi lain yang tak pernah
kuduga.”
Sebagian
mengatakan, “Diantara riya’ paling besar adalah apabila seseorang memandang
pemberian, penggagalan, bahaya dan manfaat itu datangnya dari makhluk.”
Salah
satu Sufi menegaskan, Riya’ terbagi tiga. Semuanya merupakan penyakit agama.
Yang
pertama, adalah penyakit terbesar, yaitu beramal atau beribadah demi pandangan
makhluk, jika tidak ada mereka, ia tidak melakukannya.
Kedua,
melakukan amaliyah untuk pujian, walaupun orang lain tidak tahu.
Ketiga,
melakukan amaliah untuk Allah Azza wa-Jalla, dan berharap amalnya itu bisa
meraih pahala dan menghilangkan siksa. Walaupun kategori yang ketiga ini
dianggap bagus, namun menurut kalangan ‘Arifin tergolong riya’, walaupun
menurut awam publik dikategorikan ikhlas.
Orang
yang selamat lahir batinnya dari riya’ justru tidak punya kepentingan duniawi
maupun ukhrowi, semata karena Allah Swt.
Tanda-tanda
jika anda tergolong riya’, ada tiga hal:
Sangat
bersemangat ketika banyak orang, dan malas ketika tidak ada orang.
Amal
itu terasa mantap ketika dilihat orang lain, dan ia meremehkan jika yang
memandang hanya Allah Swt.
Dalam
hatinya ada rasa dihargai oleh orang lain, dan dibantu kebutuhannya oleh orang
lain. Bila haknya tidak dipenuhi oleh seseorang ia menjauhinya dan
mengingkarinya. Kemudian terjadi pemisahan jarak antara kehormatan dirinya dan
penghormatan pada orang lain, hina dirinya dengan penghinaan terhadap orang
lain.
Bila
menghadapi orang yang lemah akalnya, ia mengancam, agar siksa Allah segera
turun pada mereka. Allah tidak akan menolongnya jika tidak minta tolong melalui
dirinya dan mengikuti pengaruhnya.
Jika
ada seorang sufi memiliki tiga tanda di atas, ketahuilah bahwa ia tergolong
orang yang riya’.
Dalam
riwayat dari Sayyidina Ali KW, bahwa Allah Swt berfirman kepada para Sufi
(fuqoro’) di hari qiyamat nanti, “Bukankah kalian sudah menguruskan diri?
Bukankah kalian sudah bergegas dengan ucapan salam? Bukankah kalian telah
dipenuhi kebutuhan kalian (di dunia)?”
Dan
semua itu diakibatkan oleh riya’.
Sehingga
dalam hadits disebutkan, “Kalian tidak mendapatkan lagi pahala. Karena pahala
(upah) kalian sudah ditunaikan (di dunia).”
Ini
bermakna, bahwa orang beribadah hanya mencari kepentingan duniawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar