Orang akan marah saat merasa
perasaannya tersinggung, suami atau istri akan marah saat merasa perasaannya
tersinggung, terlepas tersinggungnya dengan alasan yang benar atau hanya karena
sensi yang tinggi, tetap saja secara umum menyinggung perasaan melahirkan
amarah dan amarah melahirkan wajah cemberut selanjutnya perselisihan adalah
muara penumpahannya. Di sinilah pentingnya menjaga perasaan pasangan, saat Anda
tahu apa yang akan Anda lakukan dijamin menyinggung perasaan pasangan, bila
Anda tidak menginginkan perselisihan maka Anda akan meninggalkannya walaupun
mungkin pasangan Anda belum tentu tahu, inilah yang dianggap dengan menjaga
perasaan yang hikmahnya adalah untuk menjaga iklim sejuk di antara Anda dengan
pasangan Anda.
Sikap menjaga perasaan ini dicontohkan oleh seorang shahabiyah Asma binti Abu Bakar, dia berkata, “…aku membawa biji kurma dari ladang az-Zubair yang berjarak sekitar dua pertiga farsakh hasil dari pemberian Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam di atas kepala, suatu hari ketika aku sedang membawa biji kurma di atas kepalaku, aku berpapasan dengan Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersama beberapa orang-orang Anshar, beliau memanggilku kemudian beliau bersabda, “Ikh, ikh.” –Kata untuk unta supaya ia menderum sehingga Asma` bisa naik ke punggungnya- Beliau ingin memberiku tumpangan, tetapi aku merasa malu berjalan bersama kaum laki-laki, aku teringat az-Zubair dan kecemburuannya, dia termasuk orang paling cemburu, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam mengetahui aku malu maka beliau berjalan meninggalkanku…”
Ucapan Asma, “…aku merasa malu berjalan bersama kaum laki-laki, aku teringat az-Zubair dan kecemburuannya…” Asma sebagai istri menolak menerima tumpangan laki-laki, walaupun dia adalah Rasulullah, karena dia malu berjalan bersama kaum laki-laki di samping menjaga sifat suaminya yang memiliki kecemburuan, dia mengira suaminya akan marah karena kecemburuannya itu seandainya dia menerima tumpangan Rasulullah, karena itu dia menolak.
Rasulullah juga mencontohkan sikap menjaga perasaan ini saat beliau sedang berada di rumah Aisyah bersama beberapa sahabat, lalu seorang pelayan utusan istri beliau yang lain datang membawa makanan dalam nampan, maka Aisyah memukul nampan itu hingga jatuh, pecah dan makanan berserakan, Nabi datang menyatukan nampan dan mengumpulkan makanan seraya bersabda, “Ibu kalian cemburu.” Rasulullah menjaga perasaan Aisyah yang sedang cemburu, walaupun tindakannya salah, tetapi dalam kondisi seperti ini, perasaan tetap harus dijaga agar hubungan baik tetap dingin.
Hal ini juga tidak berlaku sebatas suami istri saja, orang lain pun patut menjaga perasaan suami atau istri orang, Rasulullah bersabda, “Saya bermimpi masuk surga, aku melihat seorang wanita berwudhu di sisi sebuah istana. Aku bertanya, ‘Ini istana siapa?’ Mereka menjawab, ‘Umar.’ Maka aku teringat cemburu Umar, aku pun balik langkah berlari.” Rasulullah tahu Umar adalah laki-laki pencemburu, karena itu beliau menjaga perasaannya dengan tidak mendekati istana yang di sisinya ada seorang wanita yang merupakan pasangan Umar di surga. Walaupun akhirnya Umar berkata, “Apakah kepadamu aku cemburu wahai Rasulullah?”
Menjaga perasaan suami mempunyai dasar dalam syariat, saat istri tidak diizinkan untuk memasukkan seseorang ke rumahnya tanpa perkenan suami atau seseorang yang tak disukai oleh suami. Sebuah hadits berkata, “Adapun hak kalian atas istri-istri kalian adalah hendaknya mereka tidak mengizinkan siapa yang tidak kalian sukai menginjak permadani kalian dan tidak mengizinkan siapa yang tidak kalian sukai berada di rumah kalian.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi hadits 1163 dan at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”
Rasulullah bersabda kepada Aisyah, “Sesungguhnya aku mengetahui bila kamu dalam keadaan rela dan bila kamu dalam keadaan marah.” Maka Aisyah bertanya, “Dari mana engkau tahu?” Nabi bersabda, “Bila kamu rela maka kamu berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad.’ Dan bila kamu marah maka kamu berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.” Aisyah berkata, “Benar wahai Rasulullah, aku tidak meninggalkan kecuali namamu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Rasulullah tahu Aisyah marah dan beliau tidak mempermasalahkannya karena menjaga perasaannya, suami atau mana yang tidak pernah marah? Kalau marah atau emosi atau bersedih atau tidak suka, maka jagalah perasaannya agar hubungan kalian tidak menjadi buruk. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar