Malaikat
Jibril telah mengabarkan kepadaku, bahwasanya di dalam Neraka Jahanam itu
terdapat sebuah gunung yang disebut Sakrana. Gunung itu berasal dari sebuah
jurang yang dinamakan Ghadhban.
Nabi
Zakaria a.s., sebagai seorang utusan Allah, kerap menyampaikan ajaran-ajaran
Allah kepada umatnya. Pesan-pesan yang disampaikannya senantiasa mengajak
kaumnya untuk menyembah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Namun, sebelum ia
menyampaikan ayat-ayat Allah Swt. yang telah diwahyukan kepadanya, ia akan
terlebih dahulu memerhatikan siapa saja yang bakal menjadi audiennya.
Apabila di antara mereka itu tidak terdapat Nabi Yahya a.s., ia akan membacakan ayat-ayat Allah yang berisi tentang ancaman siksa api neraka. Namun sebaliknya, apabila di antara audiennya itu terdapat putranya, yakni Nabi Yahya, tak sedikit pun ia menyinggung ayat-ayat yang berisi tentang ancaman siksa neraka.
Sebab, Nabi Zakaria a.s. paham betul bagaimana rentannya hati Nabi Yahya a.s. jika mendengar ayat-ayat Allah yang berisi tentang siksaan Allah Swt. Nabi Yahya a.s. selalu menangis jika mendengar ayat-ayat mengenai siksa neraka. Bahkan ia akan menyepi dan menangis sepanjang hari, sampai akhirnya ibunya datang membujuk dan menenteramkan hatinya.
Demikianlah ciri sifat Nabi Yahya a.s., sebagai tanda rasa takutnya kepada Allah dan kuatnya keimanan yang tertanam di dalam dirinya. Pernah, suatu ketika Nabi Zakaria a.s. akan menyampaikan ayat-ayat Allah kepada kaumnya. Sebagaimana yang biasa ia lakukan, ia akan memerhatikan dulu apakah di tengah orang yang hadir itu ada putranya atau tidak ada.
Setelah Nabi Zakaria a.s. memerhatikan dengan saksama tak melihat Nabi Yahya ikut hadir di situ, mulailah ia menyampaikan ajaran-ajaran Allah Taala yang telah diwahyukan kepadanya. Ia juga menyertakan ayat-ayat yang berisi ancaman siksa neraka bagi mereka yang tak mau mengikuti apa yang telah ditentukan oleh Allah. Ketika menyampaikan ayat-ayat tersebut, Nabi Zakaria a.s. sendiri juga menangis. Itu tidak lain disebabkan rasa takutnya yang amat sangat kepada Allah Rabbul ‘Izzati.
Di tengah isak tangisnya itulah, Nabi Zakaria a.s. berkata kepada kaumnya:
"Malaikat Jibril telah mengabarkan kepadaku, bahwasanya di dalam Neraka Jahanam itu terdapat sebuah gunung yang disebut Sakrana. Gunung itu berasal dari sebuah jurang yang dinamakan Ghadhban. Sedang Ghadhban itu sendiri diciptakan dari murka Allah Yang Maha Kasih Sayang."
"Pada jurang Ghadhban tersebut," lanjut beliau, "terdapat beberapa sumur api. Kedalaman masing-masing sumur itu mencapai dua ratus tahun perjalanan di bumi ini. Di dalam setiap sumur, terdapat banyak rantai dan belenggu yang terbuat dari besi."
Bersamaan dengan itu, ternyata Nabi Yahya a.s. datang dan sempat mendengar ayat-ayat yang berisi mengenai ancaman siksa neraka itu. Nabi Yahya a.s. langsung melompat keluar dari majelis dan berlari pergi seraya berteriak-teriak, "Aduh, Sakrana..., aduh Ghadhban..."
Dalam
waktu yang relatif singkat, Nabi Yahya a.s. telah menghilang dari pandangan
Nabi Zakaria a.s. dan orang- orang yang hadir dalam majelis itu.
Melihat hal itu, Nabi Zakaria segera mengakhiri ceramahnya dan kemudian mengajak istrinya untuk pergi mencari Nabi Yahya yang telah lari entah ke mana. Mereka bertanya kepada orang- orang yang ditemui di sepanjang jalan, apakah mereka melihat orang yang memiliki ciri-ciri seperti putranya. Namun, sebagian besar orang tak mengetahui ke mana Nabi Yahya pergi.
Hingga sore hari, mereka masih tak mengetahui keberadaan Nabi Yahya. Dalam pencarian tersebut, Nabi Zakaria dan istrinya bertemu dengan seorang penggembala yang akan pulang ke rumahnya. Setelah bertanya kepada sang penggembala itu, Nabi Zakaria memperoleh jawaban, bahwa orang yang dicarinya tengah berada di atas gunung.
"Aku tadi melihatnya di atas gunung sana. Ia menangis seraya berkata tak akan makan dan minum sampai ia mengetahui apakah tempatnya bakal di dalam surga ataukah di neraka," ujar si penggembala itu.
Segera Nabi Zakaria dan istrinya mendaki gunung yang dimaksudkan. Setibanya di atas gunung, mereka memang melihat Nabi Yahya tengah duduk berdzikir. Sebagai seorang ibu yang sangat khawatir dengan keadaan putranya, istri Nabi Zakaria berjalan mendekati Nabi Yahya.
"Anakku yang telah kukandung dan kususui, kemarilah engkau, dan ayo kita pulang bersama," bisik ibunya perlahan.
Nabi Yahya segera menunjukkan kepatuhannya kepada sang ibu. Ia segera melangkah menuju ibunya dan mengikuti ayah dan ibunya pulang ke rumah. Setelah tiba di rumah, Nabi Zakaria meminta putranya itu untuk mengganti jubahnya dengan jubah lainnya yang lebih bagus. Nabi Yahya menurutinya. Kemudian ibunya memasak gulai untuk makanan mereka bersama.
Usai makan, Nabi Yahya langsung tertidur. Di dalam tidurnya, tiba-tiba ia bermimpi ada suara yang memanggilnya.
"Hai Yahya, apakah engkau telah mendapatkan rumah yang lebih baik dari rumah-Ku dan tetangga yang lebih baik dari tetangga-Ku?" Demikian isi suara dalam mimpinya saat itu. Nabi Yahya langsung terbangun dan menangis kembali.
Seraya masih tetap menangis, ia meminta kepada ayahnya agar mengembalikan lagi jubah miliknya yang ia pakai semula. Kemudian ia mengembalikan jubah barunya kepada ayahnya. Nabi Zakaria menuruti kehendak putranya itu. Sebab, ia tahu betul bahwa semua itu dilakukan anaknya karena rasa takutnya kepada Allah.
Tatkala ibadah mereka bertambah kuat, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Zakaria yang berbunyi: "Sesungguhnya Aku telah mengharamkan neraka bagikalian semua" Ayat itu menjadi kabar gembira bagi keluarga Nabi Zakaria, bahwa mereka telah dijamin Allah untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Karena kepatuhan, ketaatan dan ketakutan mereka kepada Sang Pencipta itulah, Allah kemudian memuji keluarga Nabi Zakaria dalam Al-Quran Surah Al-Anbiya` ayat 90 yang berbunyi: "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan rasa harap dan cemas. Dan mereka termasuk orang-orang yang khusyuk kepada Kami" (QS Al-Anbiya` [21]: 90)
Disadur dari buku terbitan Darul Hikmah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar