Lengkapnya Islam
Islam
adalah sebuah agama yang lengkap dan paripurna. Ia mencakup segala aspek
kehidupan mulai dari doa bangun tidur di pagi hari sampai tata cara dan adab
tidur pada malam hari. Dari ide tentang penciptaan manusia hingga hukum dan
filosofi pemerintahan dan hubungan antar negara. Bahkan, Ilsam berkembang dalam
perbandingan yang lurus dengan logika dan ilmu pengetahuan. Maka sepantasnya seseorang
yang mengaku sebagai umat Islam yag baik juga adalah seorang ideologis dan
berilmu karena Islam tidak bisa diterapkan tanpa ilmu. Baik dalam aspek ibadah
maupun muamalah, sama-sama tidak bisa diterapkan tanpa ilmu pengetahuan.
Karenanya, Islam selalu memiliki rasionalisasi ats segala ajarannya dan selalu
bisa dihadapkan dengan oposisi biner baik dalam bentuk agama lain ataupun ilmu
pengetahuan sekuler.
Sebagai
agama, Islam menuntut untuk dipahami dan diimplementasikan dengan kaaffah atau lengkap. Sehingga
Ia tidak bisa hanya menjadi kepercayaan dan rasionalisasi, melainkan harus juga
mencakup praktik ritual ibadah dan penyembahan dalam lingkup hablun minal Laah
(hubungan dengan Allah) dan tata cara bermasyarakat dengan segala aspeknya
dalam lingkup hablun minan
naas (hubungan dengan manusia).
Konsekuensi Logis
Keimanan
Tiga
aspek ini (ideasional, ritual, dan sosiologis) adalah sama-sama penting tiap
satuannya, tidak lengkap sehingga tidak bisa diterima jika dijalankan secara
paruhan. Tujuan berislam tidak bisa terjamin jika hanya diterapkan aspek
pertamanya yaitu ideasional atau kepercayaan pribadi. Karena, pada dasarnya,
kepercayaan dalam Islam seperti di antaranya kepada Allah SWT sebagai Pencipta
Alam Semesta dan kepada Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang terakhir untuk
seluruh manusia di muka bumi, memiliki konsekuensi-konsekuensi logis yang
menjadi prasyarat-prasyarat atasnya. Kepercayaan kepada Allah SWT melahirkan
kepercayaan kepada perkataan-Nya, Al-Quran. Karena, bagaimana bisa seseorang
mempercayai suatu entitas beserta segala ke-Maha-an-Nya namun di saat yang sama
juga menafikan keabsahan dan kekuatan perkataan dari entitas tersebut. Lalu,
kepercayaan kepada Al-Quran melahirkan kepercayaan kepada sistem hidup yang
kompleks yang diatur di dalamnya beserta kewajiban-kewajiban dan
rasionalisasi-rasionalisasinya. Kepercayaan tersebut melahirkan tugas bagi
manusia untuk menerapkannya di muka bumi sebagai KhalifatulLah fil ardh (wakil Allah SWT di
muka bumi) untuk mencapai tujuan Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta
alam). Karena kepercayaan seseorang terhadap Islam tidak bisa berdasar paksaan
melainkan sebuah pilihan yang bebas dan merdeka, ketika ia pada akhirnya
memilih Islam, ia harus siap untuk berusaha memenuhi segenap konsekuensi dari
pilihannya tersebut.
Di
sisi lain, keimanan menuntut pembuktian, sebagaimana seorang kekasih
membutuhkan bukti cinta dari orang yang mengaku mencintainya. Seseorang tidak
bisa mengaku mencintai Allah SWT dan mengharapkan balasan yang dijanjikan yaitu
surga-Nya diakhirat dan kedamaian hidup di dunia, tanpa membuktikannya dengan
ritual mahdhah
ibadah sehari-hari. Seseorang memasuki surga Allah SWT pada kenyataannya bukan
karena pahala yang ia kumpulkan, namun karena rahmat dari Allah SWT kepada
hamba-Nya tersebut. Bahkan ibadah sehari-hari seperti shalat dan shaum pun
sebenarnya bukan hanya sebagai pembuktian cinta kepada Allah SWT, namun juga
dijanjikan dan terbukti memberi keuntungan pragmatis bagi yang menjalankannya
seperti contohnya kesehatan dan latihan kesabaran dan kedisiplinan.
Implementasi dari
Konsekuensi
Dalam
menerapkan aspek ibadah dan muamalah sehari-hari di tengah-tengah masyarakat,
Islam menuntun tata cara dan filosofinya dengan sangat mendetail dan
meyakinkan. Tidak seperti agama lain, namun justru lebih seperti ilmu
pengetahuan, Islam menawarkan misalnya konsepsi tentang bentuk negara,
perekonomian, dan pemerintahan yang ideal. Namun, berbeda dengan konsep-konsep
ilmu pengetahuan sekuler yang berusaha memisahkan dengan tegas praktik keagamaan
dari ruang publik, Islam berusaha menjadikan keduanya sebagai sebuah kesatuan
yang utuh. Ia menggambarkan dengan jelas bagaimana semestinya bukti cinta
kepada Allah SWT tersebut dijalankan, sekaligus sebagai esensi dari kehidupan
dan penciptaan manusia di muka bumi.
Salahsatu
contoh terjelas dari implementasi muamalah adalah tata cara berdagang dan
perbankan. Dengan meminimalisasi peluang kecurangan dan persengketaan, Islam
menawarkan nilai-nilai perdagangan yang dilandasi kejujuran dan keuntungan bersama.
Sedangkan contoh dari implementasi peribadatan sehari-hari adalah shalat 5
waktu. Rasulullah SAW menyebut shalat sebagai bentuk istirahat. Shalat juga
diyakini memberikan berbagai keuntungan pragmatis seperti kedisiplinan berdasar
pembagian waktu yang ketat dalam beraktivitas. Selain itu, gerakan-gerakan
shalat dianggap memberikan efek relaksasi yang sangat baik bagi tubuh manusia.
Shalat juga dianggap memberikan kondisi relaksasi yang ideal bagi otak karena
pada saat itu otak akan berada pada fase alpha, yang memberikan dukungan besar
bagi proses internalisasi nilai-nilai bagi manusia.
Realita dan Solusi
Dalam
kenyataan sehari-hari, konsep dan praktik Islam yang telah dijabarkan nampak
utopis. Tidak mudah untuk benar-benar menjalankan muamalah yang sesuai dengan
tuntunan Islam. Hal ini disebabkan di antaranya oleh kurangnya pengertian umat
Islam terhadap ajaran agamanya sendiri dan juga kurangnya kesadaran keagamaan
untuk mewujudkan tujuan penciptaannya yaitu menyembah Allah SWT dan memenuhi
tujuan Islam untuk menjadi rahmatan
lil alamin. Untuk benar-benar menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, tentu
dibutuhkan pengimplementasian muamalah Islam secara massif dalam masyarakat.
Kedua poin ini berhubungan sebab akibat sehingga tidak bisa dipisahkan. Dalam
mengusahakannya pun diperlukan kehati-hatian yang kuat agar jangan sampai
justru menjadi kontradiktif dengan tujuannya sendiri yaitu rahmatan lil alamin
dalam artian di antaranya untuk sama sekali tidak pernah menggunakan tekanan
koersif apabila tidak berada dalam keadaan darurat yang memaksa dan memang
dimaklumi oleh agama. Tujuan tersebut perlu diusahakan secara bertahap hingga
secara keseluruhan bisa terlaksana.
Perlu
digarisbawahi bahwa yang menjadi tugas manusia di muka bumi menurut Islam ini
adalah mengusahakan Islam sebagai rahmatan
lil alamin, sebagai solusi. Dan bukan untuk benar-benar harus
mencapai tujuan tersebut. Selama seseorang telah mengusahakan, maka bisa
dinilai telah luluh tanggung jawabnya tanpa ada tuntutan untuk harus benar-benar
mencapai tujuan tersebut. Keperluan menerapkan muamalah Islam sendiri jelas
tidak pernah perlu mengganggu gugat domain keyakinan umat agama lain mengingat
Islam menganggap tidak ada paksaan dalam beragama. Penerapan muamalah ini juga
sangat erat berkaitan dengan aspek ibadahnya, karena kedua hal ini saling
mendukung dan merupakan dua sisi dari koin uang yang sama. Muamalah Islam
merupakan salahsatu bentuk penyembahn kepada Allah SWT dan ritual ibadah yang
bebas dan leluasa mendukung dan memerlukan penerapan muamalah Islam.
Belum terwujudnya
muamalah Islam dalam realita disebabkan kurangnya keyakinan umat Islam atas
ajaran agamanya sendiri, sehingga lebih memilih untuk menjalankan muamalah
non-Islam. Diperlukan pengkajian yang lebih intensif untuk memupuk kesadaran
untuk mewujudkan dan keyakinan bahwa bentuk muamalah Islam lah yang tebaik bagi
manusia karena sebagai doktrin teologis, tuntunan muamalah Islam datang dari
Pencipta Alam Semesta ini sendiri yang sudah barang tentu sebagai satu-satunya
entitas yang memiliki solusi atas segala permasalahan umat manusia yaitu Allah
SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar