Musibah
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang manusia. Melalui
musibah, Allah memberi hukuman kepada orang-orang kafir, menegur orang-orang
mukmin yang lalai, menghapus dosa dan meninggikan derajat orang-orang mukmin
yang shalih.
Saat
sebuah musibah menimpa seorang muslim, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
bersabar, berdoa, kembali kepada Allah Ta’ala semata dan memperbaiki dirinya.
Musibah harus selalu menjadi pelajaran agar keimanan dan kehidupan seorang
muslim menjadi lebih baik pada masa-masa sesudahnya.
Saat
menghadapi musibah, doa merupakan senjata utama seorang hamba. Melalui doa,
seorang hamba berpasrah diri kepada Allah, bersimpuh di hadapan-Nya dan
mengharapkan pertolongan-Nya semata. Salah satu doa yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam saat tertimpa musibah adalah doa
berikut ini:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا
مِنْهَا
“Kita
milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS.
Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang
menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah
menimpa.” (HR. Muslim)
Dalam
riwayat lain doa tersebut berbunyi:
إِنَّا
لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي،
وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Kita
milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS.
Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang
menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah
menimpa.” (HR. Ahmad dan Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi)
Doa
tersebut telah diamalkan dan dibuktikan sendiri khasiatnya oleh perawi hadits
tersebut, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits berikut ini:
(1).
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam
berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa sebuah musibah, kemudian
ia mengucapkan:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا
مِنْهَا
“Kita
milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS.
Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang
menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah
menimpa.”
Kecuali
Allah pasti akan memberinya pahala atas musibah yang menimpanya dan memberinya
ganti yang lebih baik dari apa yang telah hilang darinya.
Ummu
Salamah berkata: “Ketika suami saya Abu Salamah meninggal, saya pun membaca doa
tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam. Maka Allah menggantikan untukku Abu Salamah dengan orang yang lebih
baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.” (HR. Muslim no. 918)
(2).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari suamiku Abu
Salamah kembali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Ia berkata, “Saya
telah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam suatu perkataan
yang membuat aku begitu gembira. Beliau bersabda: “Tidaklah sebuah musibah
menimpa seorang pun dari kaum muslimin lalu ia beristirja’ (mengucapkan
innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un) saat tertimpa musibah tersebut,
kemudian ia mengucapkan:
اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي
مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Ya
Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti
yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” Melainkan doa itu akan
terlaksana.”
Ummu
Salamah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun menghafalkan doa tersebut dari Abu
Salamah. Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan innaa lillahi wa
innaa ilaihi raji’un dan membaca doa:
اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي
مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Ya
Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti
yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”
Aku
kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dari mana saya mendapatkan ganti yang
lebih baik daripada suamiku Abu Salamah?”
Ketika
masa ‘iddah saya telah habis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam meminta
izin bertemu denganku. Saat itu aku sedang menyamak kulit, maka aku pun segera
mencuci tanganku dan member izin beliau bertamu. Saya meletakkan sebuah bantal
dari kulit yang diisi oleh serabut. Beliau duduk di atas bantal itu dan melamarku.
Setelah
beliau selesai berbicara, saya pun berkata, “Wahai Rasulullah, bukannya saya
tidak ingin dengan Anda. Namun saya ini seorang wanita yang sangat pencemburu.
Saya khawatir Anda akan melihat dariku perkara yang justru menyebabkan Allah
menyiksaku karenanya. Saya juga wanita yang telah berumur tua. Lebih dari itu
saya punya banyak anak.”
Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Perkara cemburu yang engkau
sebutkan tadi, maka Allah akan menghilangkannya darimu. Perkara usiamu yang
telah tua, aku pun mengalami hal yang sama denganmu. Sedangkan perkara
banyaknya anakmu, maka anak-anakmu adalah anak-anakku juga.”
Ummu
Salamah berkata, “Jika begitu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam akhirnya menikahi Ummu Salamah.
Ummu
Salamah berkata, “Allah Ta’ala telah menggantikan Abu Salamh untukku dengan
orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”(HR.
Ahmad no. 16344 dan Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh)
Doa
tersebut berlaku umum untuk semua musibah yang menimpa seorang muslim. Doa
tersebut tidak berlaku khusus untuk musibah kehilangan suami atau istri semata.
Sebab, makna sebuah dalil syar’i disimpulkan dari keumuman lafalnya, bukan dari
kekhususan sebab turunnya dalil syar’i tersebut.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar