Pengertian Fitnah
Kita
sering mendengar istilah “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”.
Namun rupanya tidak banyak yang tahu darimana istilah ini berasal, dan apa
makna sebenarnya dari kalimat tersebut. Pokoknya asal pakai saja, dan
ngaku-ngaku itu ajaran Islam, karena kalimat tersebut ‘kelihatannya’ berasal
dari Al Qur’an.
Dalam
bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan
suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh
tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut
disebut memfitnah. Tapi apakah makna ‘fitnah’ yang dimaksud di dalam Al Qur’an
itu seperti yang disebutkan itu?
Di
dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu
asyaddu minal qotli….” yang artinya :
“Dan fitnah itu lebih sangat (dosanya) daripada
pembunuhan..”.
Imam
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Imam Abul ‘Aliyah, Mujahid, Said bin Jubair,
Ikrimah, Al Hasan, Qotadah, Ad Dhohak, dan Rabi’ ibn Anas mengartikan “Fitnah”
ini dengan makna “Syirik”. Jadi Syirik itu lebih besar dosanya daripada
pembunuhan.
Ayat
tersebut turun berkaitan dengan haramnya membunuh di Masjidil Haram, namun hal
tersebut diijinkan bagi Rasulullah saw manakala beliau memerangi kemusyrikan
yang ada di sana. Sebagaimana diketahui, di Baitullah saat Rasulullah saw
diutus terdapat ratusan berhala besar dan kecil. Rasulullah diutus untuk
menghancurkan semuanya itu. Puncaknya adalah saat Fathu Makkah, dimana
Rasulullah saw mengerahkan seluruh pasukan muslimin untuk memerangi orang-orang
musyrik yang ada di Makkah.
Kemudian
juga di surat Al Baqoroh (2) ayat 217, disebutkan “Wal fitnatu akbaru minal
qotli…” yang artinya :
“Fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan..”.
Ayat
ini turun ketika ada seorang musyrik yang dibunuh oleh muslimin di bulan haram,
yakni Rajab. Muslimin menyangka saat itu masih bulan Jumadil Akhir. Sebagaimana
diketahui, adalah haram atau dilarang seseorang itu membunuh dan berperang di
bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Melihat
salah seorang kawan mereka dibunuh, kaum musyrikin memprotes dan mendakwakan
bahwa Muhammad telah menodai bulan haram. Maka turunlah ayat yang menjelaskan
bahwa kemusyrikan dan kekafiran penduduk Makkah yang menyebabkan mereka
mengusir muslimin dan menghalangi muslimin untuk beribadah di Baitullah itu
lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang
beriman.
Tak
ada satupun ayat di dalam Al Qur’an yang mengartikan kata “fitnah” dengan arti
sebagaimana yang dipahami oleh orang Indonesia, yakni menuduhkan satu perbuatan
yang tidak dilakukan oleh orang yang dituduh. Kata ‘fitnah’ di dalam Al Qur’an
memang mengandung makna yang beragam sesuai konteks kalimatnya. Ada yang
bermakna bala bencana, ujian, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran, dan lain
sebagainya. Maka memaknai kata ‘fitnah’ haruslah dipahami secara keseluruhan
dari latar belakang turunnya ayat dan konteks kalimat , dengan memperhatikan
pemahaman ulama tafsir terhadap kata tersebut.
Memaknai
kata-kata di dalam Al Qur’an dengan memenggalnya menjadi pengertian yang
sepotong-sepotong serta meninggalkan makna keseluruhan ayat, hanya akan
menghasilkan pemahaman yang melenceng dan keliru akan isi Kitabullah. Dan
itulah yang dilakukan oleh orang-orang yang hendak menyalahgunakan Kitabullah
demi mengesahkan segala perilakunya. Dan ini juga dilakukan oleh orang-orang
yang hendak menyelewengkan makna Al Qur’an dari pengertian yang sebenarnya.
Wallahualam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar