Tertib atau berurutan dalam berwudhu yakni memulai dengan membasuh wajah lalu kedua tangan dan seterusnya, menurut Imam asy-Syafi'i dan Ahmad adalah wajib, sementara menurut Imam Abu Hanifah dan Malik tidak wajib.
Pendapat pertama berdalil kepada ayat wudhu, firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
Di dalam ayat di atas Allah Ta’ala menyebutkan anggota-anggota wudhu dimulai dengan wajah, kedua tangan dan seterusnya, hal tersebut harus diikuti sesuai dengan sabda Nabi saw bersabda, “Aku memulai dengan apa yang Allah mulai.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah).
Artinya, karena Allah telah memulai dengan wajah kemudian kedua tangan dan seterusnya maka aku pun seperti itu sebagaimana yang tercantum di dalam ayat. Dan inilah tertib atau berurutan.
Di samping itu disisipkannya kepala yang diusap di antara dua anggota yang dibasuh yaitu kedua tangan dan kedua kaki tidak lain kecuali menetapkan kewajiban tertib dalam berwudhu, karena jika tidak maka ayat akan menyebutkan anggota-anggota yang dibasuh, setelah itu anggota yang diusap.
Ditambah hadits-hadits shahih tentang wudhu Nabi saw, semuanya menjelaskan bahwa beliau berwudhu seperti dalam ayat.
Inilah pendapat yang shahih tanpa keraguan.
Adapun pendapat kedua maka ia beralasan bahwa penggabungan antara anggota-anggota wudhu dalam ayat dengan ‘dan’ tidak mengharuskan tertib. Dan alasan ini bukan apa-apa di depan dalil-dali pendapat pertama.
Wajibkah berwudhu secara berkesinambungan?
Berkesinambungan berarti tidak terputus, Imam Ahmad berpendapat wajib, sementara Imam asy-Syafi'i berpendapat tidak wajib.
Imam Ahmad berdalil kepada hadits Umar bin Khattab bahwa seorang laki-laki melalaikan bagian dari kakinya seluas kuku, Nabi saw melihatnya, maka beliau bersabda, “Kembalilah dan perbaikilah wudhumu.” Maka laki-laki itu kembali kemudian shalat. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Abu Dawud meriwayatkan dari sebagian sahabat Nabi saw bahwa Nabi saw melihat seorang laki-laki sedang shalat, sementara di punggung kakinya terdapat bagian yang tidak tersentuh air seluas koin dirham, maka Nabi saw memerintahkannya mengulang wudhu dan shalat. Imam Ahmad berkata tentang hadits ini sanadnya jayyid (bagus).
Imam asy-Syafi'i berkata, dalam ayat wudhu yang diperintahkan adalah membasuh atau mengusap, tidak ada keterangan harus berkesinambungan.
Imam Malik mengambil jalan tengah, boleh tidak berkesinambungan jika beralasan, jika tidak maka tidak.
Pendapat pertama rajih dari
segi dalil. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar