Islam
selalu mengajarkan untuk berbuat adil. Namun memang adil tidak selalu
sama, tetapi sesuai kebutuhan dan hajat. Hal ini berlaku dalam hal
memberi hadiah pada anak. Islam mengajarkan jika anak yang satu diberi
hadiah, maka kita diperintahkan untuk bersikap adil terhadap yang lain.
Namun apakah bersikap adil itu harus sama? Simak dalam bahasan sederhana
berikut.
‘Amir berkata bahwa beliau mendengar An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma yang ketika itu berada di atas mimbar berkata, “Ayahku memberikan hadiah padaku.” Lantas ibunya Nu’man, ‘Amroh bintu Rowahah berkata, “Aku tidak ridho sampai engkau mempersaksikan hal itu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, lantas Basyir
(ayah Nu’man) berkata, “Aku telah memberikan hadiah pada anak
laki-lakiku dari istriku, ‘Amroh bin Rowahah. Lalu istriku memerintah
padaku untuk mempersaksikan masalah hadiah ini padamu, wahai
Rasulullah.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya pada Basyir, “Apakah engkau memberi anak-anakmu yang lain seperti anakmu itu?” “Tidak”, begitu jawaban Basyir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ ، وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertakwalah pada Allah. Bersikap adillah terhadap anak-anakmu.”
An Nu’man berkata bahwa ayahnya kembali dan menarik hadiah tersebut (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini dibawakan Imam Bukhari dalam persaksian dalam hal hadiah. Imam Nawawi memberi judul Bab dalam Shahih Muslim “Tidak disukai mengutamakan hadiah pada satu anak tidak pada yang lainnya.”
Pertama:
Bersikap adil yaitu sama dalam pemberian hadiah di antara anak-anak
adalah suatu hal yang wajib. Sedangkan bersikap tidak adil dalam hal ini
tanpa adanya alasan adalah suatu yang haram atau tidak dibolehkan.
Namun, jika ternyata ditemukan adanya sebab untuk mengutamakan satu anak
dan lainnya dalam pemberian hadiah, maka harus dengan ridho seluruh
anak. Semisal hal ini adalah jika melebihkan satu istri dari lainnya,
itu pun suatu keharaman.
Apakah dalam masalah hadiah bagi anak berlaku sama seperti warisan yaitu anak laki-laki mendapatkan dua kali anak perempuan?
Ada khilaf (beda pendapat) dalam masalah ini. Ibnu Hajar berkata,
“Muhammad bin Al Hasan, Imam Ahmad, Ishaq, sebagian ulama Syafi’iyah dan
ulama Malikiyah berkata bahwa adil dalam hal ini adalah seperti dalam
hal warisan yaitu laki-laki mendapatkan dua kali perempuan.”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah juga
menguatkan pendapat di atas, yaitu laki-laki mendapatkan dua kali dari
bagian wanita. Karena demikianlah hukum Allah yang Maha Adil. Maka
berlaku pula hal ini dalam masalah hadiah untuk anak-anak. Sebagaimana
jika anak-anak tersebut ditinggal mati, maka anak laki-laki mendapatkan
dua kali dari bagian anak perempuan, inilah keadilan sebagaimana pada
ayah dan ibu mereka. Inilah yang wajib bagi ayah dan ibu, hendaklah
memberikan hadiah kepada anak mereka secara adil dan sama, bentuknya
adalah laki-laki mendapatkan dua kali dari wanita. (Majmu’ Fatawa wa
Maqolat Mutanawwi’ah juz ke-25.
Salah seorang ulama Sudan, Syaikh Al Amin Haajj Muhammad memberikan
alasan, “Kebutuhan laki-laki terhadap harta itu lebih besar dari
kebutuhan wanita. Jika wanita menikah, maka yang menanggung dirinya
adalah suaminya. Jika ia tidak menikah, ditalak atau suaminya meninggal
dunia, maka nafkah wanita tersebut ditanggung ayah dan saudaranya.”
Ketiga:
Hadiah mesti dikembalikan jika ada pembagian di antara anak-anak yang
tidak sama atau tidak adil. Alasannya sebagaimana dalam hadits An
Nu’man bin Basyir di atas. Sedangkan dalil yang nyatakan tidak boleh
mengambil sesuatu yang sudah disedekahkan,
لاَ
تَشْتَرِ وَلاَ تَعُدْ فِى صَدَقَتِكَ ، وَإِنْ أَعْطَاكَهُ بِدِرْهَمٍ ،
فَإِنَّ الْعَائِدَ فِى صَدَقَتِهِ كَالْعَائِدِ فِى قَيْئِهِ
“Janganlah engkau membeli dan meminta kembali sedekahmu, walaupun
engkau ingin menggantinya dengan satu dirham. Karena orang yang meminta
kembali sedekahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.”
(HR. Bukhari no. 1490 dan Muslim no. 1620), ini adalah dalil umum.
Sedangkan hadits Nu’man di atas yang berisi perintah mengembalikan
hadiah, itu adalah dalil khusus yang menjadi pengkhusus yang umum.
Boleh memberikan suatu pemberian pada anak laki-laki atau perempuan
lebih dari yang lainnya jika ada alasan khusus seperti karena anak
tersebut lebih butuh. Hal ini pernah dicontohkan Abu Bakr dan Umar
terhadap anak-anak mereka. Boleh pula melebihkan salah satu anak karena
alasan mendidik sebagaimana pendapat Anas bin Malik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar