Menanamkan Kejujuran dalam Keluarga



Allah berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah kata-kata yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal perbuatanmu bagimu dan mengampuni dosa-dosamu bagimu…” Al-Ahzab: 70-71.

Rasulullah menyatakan bahwa kejujuran adalah pengantar menuju surga, beliau bersabda, “Jujurlah karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga.” Muttafaq alaihi.

Menanamkan Kejujuran
Setelah mengetahui keutamaan kejujuran melalui ayat dan hadits di atas, dan keduanya hanya sebagian dari yang ada, maka sebagai muslim kepala keluarga, Anda patut berusaha menjadikannya sebagai salah satu sifat penghias diri dengan menanamkannya dalam jiwa dan mengekspresikannya dalam kehidupan, tidak berhenti sampai di sini, Anda pun patut berupaya menanamkannya kepada orang-orang terdekat di sekitar Anda, wa bil khusus keluarga Anda.


Memulai dengan diri
Bila Anda ingin menularkan sesuatu kepada orang lain maka Anda harus mempunyai sesuatu tersebut, bila tidak maka sama dengan menggantang asap, jauh panggang dari api. Masalahnya sederhana saja, bagaimana Anda memberi sementara Anda sendiri tidak berpunya? Orang Arab berkata,فَاقِدُ الشَّيْءِ لا يُعْطِي orang yang tidak mempunyai sesuatu tidak memberi. Sebuah kendi akan memberi Anda air untuk Anda minum bila ia memang berisi air, lalu apa yang ia berikan bila ia kosong?

Bila seorang bapak menjalani pekerjaan dengan tidak jujur, bisakah dia menerapkan asas kejujuran pada keluarga dan anak-anaknya? Rasanya kok sulit, lha bapak sendiri tidak jujur, mana bisa dia mengajak anak-anaknya kepada sesuatu yang si bapak sendiri mencampakkannya, kalau pun dia berusaha, bukankah hatinya akan menolaknya?

Bila Anda ingin anak-anak Anda jujur, maka jujurkanlah diri Anda terlebih dulu, dengan itu Anda bisa menularkan kejujuran kepada mereka, karena Anda memilikinya. Lha yang sudah jujur saja terkadang masih sulit menularkan kejujuran, lalu bagaimana dengan yang tidak jujur?

Menunjukkan Teladan
Keteladanan di sini adalah kesesuaian antara kata-kata dengan perbuatan. Bila Anda mengajak dan mendorong keluarga untuk jujur, maka biarkan mereka melihat kejujuran itu nampak jelas dalam perbuatan Anda, karena dengan itu mereka akan percaya kepada Anda, ternyata bapakku tidak omong doang, begitu pikir mereka.

Bagaimana seandainya saat Anda sedang di rumah, seseorang mencari Anda lalu Anda berkata kepada salah seorang anak, “Bilang kepada orang itu bapak tidak ada” Anak akan menangkap kontradiksi antara kata-kata dengan perbuatan pada diri Anda. Jangan anggap sepele karena perkaranya memang tidak sepele, dorongan Anda kepada mereka untuk jujur telah Anda hancurkan sendiri dengan perbuatan Anda sementara Anda tidak menyadarinya.

Di samping itu, bukankah kontradiksi antara kata-kata dengan pebuatan termasuk kebohongan? Mana bisa menanamkan kejujuran dengan kebohongan? Tidak ubahnya tangan kanan Anda membangun sementara tangan kiri Anda menghancurkan, lalu kapan bangunan akan rampung? Kapan rumah Anda akan bersih bila Anda menyapunya dengan sapu yang kotor? Benar-benar gak patut. Ayat al-Qur`an berkata, “أفلا تعقلون ?” (Maka tidaklah kamu berpikir?-ed)

Menanamkan sejak dini
Karena pembentukan anak dalam usia ini lebih mudah dan bila sudah terbentuk maka sulit untuk terkikis. Lebih mudah karena ruang kosong pada diri anak masih sangat lebar, belum banyak terisi oleh pengaruh luar, tinggal pandai-pandainya kita mengisi, seperti gelas kosong, mengisinya mudah, lain halnya bila ia sudah terisi, Anda harus menuang isinya dulu, membersihkannya, baru kemudian mengisinya, ibarat ranting pohon yang masih kecil, mudah ditekuk ke kanan dan ke kiri, bila ia semakin besar, menekuknya semakin sulit.

Sulit terkikis karena ia tertancap kuat dalam benak, tertanam kokoh dalam hatinya, seperti pahatan di atas batu. Manakala anak ditanami kejujuran saat dia masih hijau, diberitahu bahwa kejujuran itu baik, diberi contoh dan didorong kepadanya dengan baik dan intensif, maka kejujuran akan melekat erat sebagai kebaikan sehingga dia akan memegangnya sampai dewasa sebagai keluhuran.

وَيَنْشَأُ ناَشِيءُالفِتْيَانِ مِنَّا عَلىَ ماَ كاَنَ عَوَّدَهُ أَبُوهُ

Anak muda di kalangan kami tumbuh di atas sesuatu yang dibiasakan oleh bapaknya.


Membentengi dari faktor luar
Anak tidak selalu hidup bersama Anda dan Anda pun tidak mungkin memperlakukannya demikian, karena dia mempunyai habitatnya, lingkungan rumah dan lingkungan sekolah, teman-teman bermain dan teman-teman belajar, di antara mereka ada teman-teman yang baik dan jujur, di antara mereka ada yang buruk dan curang, dan tabiat pertemanan adalah saling mempengaruhi, pengaruh ini bisa dari salah satu pihak atau dari keduanya secara seimbang atau timpang. Anak belajar jujur di tangan orang tuanya, di saat yang sama, dia belajar dusta dari sohib-sohibnya yang jumlahnya lebih banyak dengan interaksi lebih kuat, lalu kira-kira siapa yang mendominasi?

Agar usaha Anda dalam menanam kejujuran pada anak tidak menemui tembok penghalang, maka letakkan anak di lingkungan yang mendukung dan menunjang, selektif dalam memilihkan teman bermain dan lingkungan sekolah sehingga upaya Anda selaras dengan lingkungannya, dengan begitu Anda bisa berharap hasil yang baik. Sebaliknya akan percuma bila anak ‘diterlantarkan’ bersama lingkungan yang bertabrakan dengan apa yang Anda upayakan. Kira-kira kapan bangunan Anda akan selesai bila Anda membangun sementara orang lain merobohkan? Satu orang peroboh saja sudah cukup, lalu bagaimana bila sepuluh, seratus dan seribu?

Mengembalikan kepada Allah
Setelah semua usaha ini, jangan lupa untuk memulangkan urusan kepada Allah, karena Dialah penentunya, dukung usaha Anda dengan doa kepadaNya agar memudahkan usaha Anda dan memberikan taufik kepada diri dan anak-anak. Bila Allah melimpahkan taufikNya kepada usaha seseorang maka kebaikan merupakan hasil yang membahagiakan. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar