Islam
mengajarkan kepada kita bagaimana semestinya sebuah hubungan dibangun. Salah
satu prinsip yang paling penting, dalam membangun hubungan antar sesama adalah
cinta dan benci karena Allah. Berkaitan dengan ini, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci
karena Allah, memberi karena Allah dan melarang karena Allah, maka telah
sempurna imannya.” Inilah prinsip paling penting yang harus kita kedepankan
manakala hendak membangun hubungan dengan yang lain.
Prinsip
ini juga akan memastikan hubungan kita dengan yang lain, tidak berdasarkan atas
kepentingan pribadi atau karena adanya motif-motif tersembunyi. Sebagai seorang
muslim, tidak boleh sekali-kali berpikir: Apa yang bisa saya dapatkan dari
hubungan ini? Karena, hubungan yang dibangun di atas kepentingan sesaat seperti
ini, hanya akan bertahan sepanjang ada keuntungan pribadi yang bisa diraih, dan
akan berakhir ketika kebutuhannya telah terpenuhi. Hal ini tentu berbeda dengan
hubungan yang didasari cinta karena Allah, yang akan bertahan sepanjang masa,
hingga kematian menjemput.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapat
naungan Allah, pada saat tidak ada naungan selain naungan Allah…” dan beliau
menyebut salah satunya adalah: “…dua orang yang saling mencintai karena Allah,
mereka bertemu dan berpisah hanya karena Allah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar, dalam penjelasannya atas hadits ini menjelaskan, bahwa
meskipun redaksi yang digunakan dalam hadits menyebut kata laki-laki, namun
wanita juga termasuk dalam pengertian hadits ini.
Sesungguhnya
terdapat banyak hak yang dimiliki seorang muslim atas muslim lainya. Hak-hak
tersebut, mengarahkan bagaimana suatu hubungan harus dibangun. Berikut ini
beberapa penjelasan singkat mengenai hak dan kewajiban , yang harus menjadi
perhatian bagi kita sebagai seorang muslim, dalam membangun hubungan dengan
yang lain.
1.
Memperhatikan dan membantu kebutuhan finansial.
Setiap
muslim memiliki kewajiban dalam men-support kebutuhan finansial saudaranya yang
membutuhkan. Akan tetapi, jangan sampai hal ini justru menyebabkan hak pribadi
menjadi terabaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan
kepada kita, bahwa Allah berfirman: “Kecintaanku adalah suatu kewajiban bagi
mereka yang saling memberi karena Aku.”
Yazid
bin Abdul Malik, pernah berkata: “Saya merasa malu kepada Allah, memohon
kepada-Nya untuk membukakan pintu surga untuk salah seorang saudaraku, lalu
merasa kikir memberinya sebuah koin emas atau perak.”
2.
Menyediakan kebutuhan pangan dan sandang.
Perkataan
Abu Sulaiman ad Darani rahimahullah patut menjadi renungan bagi kita. Ia
mengatakan: “Jika seluruh kehidupan di dunia ini berisi segenggam makanan yang
ada dalam tanganku, lalu seseorang mendatangiku untuk itu, saya bersedia
memberikan segenggam makanan itu kepadanya.” Ia juga pernah mengatakan: “Saya
akan memasukkan segenggam makanan kepada mulut saudaraku, lalu kemudian
merasakannya dalam mulutku.”
3.
Menolong dengan bantuan fisik.
Sudah
seharusnya kita senantiasa bersedia mengulurkan tangan kita dan melakukan
sesuatu bagi saudara kita. Perkataan menarik diucapkan oleh Muhammad bin Ja’far
rahimahullah. Beliau mengatakan: “Aku akan segera melakukan apa yang
diinginkan oleh musuh-musuhku, karena aku benci mereka kecewa kepadaku.”
Subhanallahu. Jika kepada musuh saja seperti ini, lalu bagaimana seharusnya
sikap kita kepada teman kita?
4.
Menunjukkan itikad baik kepada saudara kita.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu
mencintai seseorang, biarkanlah ia mengatakannya.” Menjadi kewajiban kita pula
untuk mempertahankan kehormatan saudara kita, ketika ada seseorang yang
berbicara buruk tentangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan membelanya
agar terhindar dari siksa neraka pada hari kiamat.”
5.
Memberikan maaf dan pemakluman atas kesalahan dan kekurangan.
Kesalahan-kesalahan
yang ada mungkin karena kekurangannya akan pemahaman agama –misal dengan
melakukan kemaksiatan- atau bisa jadi itu memang merupakan cara mereka
memperlakukan kita. Maka, ketika kesalahan itu karena kurangnya pemahaman agama
saudara kita, yang dibutuhkan adalah saran atau nasehat dari kita. Dan hal ini
justru harusnya mendorong kita untuk lebih bersemangat mengarahkan saudara kita
kembali ke jalan yang benar.
Sebuah
pelajaran berharga dari kehidupan para salafushshalih, dikisahkan bahwa ada dua
orang yang sangat dekat. Satu waktu, seorang di antara mereka melakukan
kemaksiatan. Kemudian orang-orang mendesak agar seorang yang shalih dari dua
orang tadi, meninggalkan temannya yang telah berbuat dosa. Namun ia menolaknya
dan berkata: “Dia membutuhkanku dalam menghadapi cobaan ini, lebih dari
sebelumnya. Aku harus menolongnya dan berdoa kepada Allah agar mengembalikan ia
ke jalan yang seharusnya.”
Sikap
atau perlakuan yang keliru dari saudara kita mungkin pernah kita alami. Tetapi,
kita tidak boleh membalasnya dengan sikap yang sama. Sebaliknya, kita harus
memaafkannya dan mesti selalu ingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kita
tidak bisa mengharapkan dari seseorang agar tidak bersikap buruk kepada kita.
6.
Mendoakannya baik ketika masih hidup maupun ketika sudah meninggal.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seorang muslim untuk saudaranya
(yang dilakukan) tidak di hadapannya, akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada
Malaikat yang ditugaskan (menjaganya), setiap kali dia berdoa memohonkan
kebaikan untuk saudaranya, maka Malaikat yang bertugas menjaga tersebut
berkata, “Amin, serta (semoga) bagimu juga mendapatkan demikian.”” (HR.
Muslim).Contoh mulia diperlihatkan shahabat Abu Darda radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata: “Aku berdoa untuk tujuh puluh saudaraku ketika dalam shalat.”
7.
Setia menjalani hubungan.
Kesetiaan
kepada saudara kita harus senantiasa berlanjut, meskipun ketika saudara kita
telah dijemput malaikat Maut. Kesetiaan dan rasa cinta yang kita miliki, kita
buktikan dengan memperhatikan keadaan keluarga yang ditinggalkan. Dan yang
lebih penting lagi, kecintaan kita kepada seseorang harus diniatkan pula untuk
kepentingan ukhrawi. Karena, kalau cinta tersebut berhenti saat dia meninggal,
maka itu hanyalah cinta sesaat. Kesetiaan setelah kematian meski itu kecil,
lebih berharga dibanding kesetiaan yang besar selama hidup.
8.
Bersikap tidak berlebihan ketika menjalin hubungan dan tidak berharap terlalu
banyak.
Sebenarnya tidak baik ketika kita berharap atau memberikan beban yang berlebihan, yang justru akan menyusahkan saudara kita. Imam al Fudhail rahimahullahu pernah berkata: “Seringkali, seseorang meninggalkan saudaranya, dikarenakan beban besar yang diletakkan di pundak saudaranya tersebut.” Ketika hubungan yang ada dibangun tidak berlebihan, dijalani secara mudah dan tidak ada sikap memaksa satu sama lain, maka hal ini akan menyuburkan rasa cinta yang telah bersemayam di hati.
Sebenarnya tidak baik ketika kita berharap atau memberikan beban yang berlebihan, yang justru akan menyusahkan saudara kita. Imam al Fudhail rahimahullahu pernah berkata: “Seringkali, seseorang meninggalkan saudaranya, dikarenakan beban besar yang diletakkan di pundak saudaranya tersebut.” Ketika hubungan yang ada dibangun tidak berlebihan, dijalani secara mudah dan tidak ada sikap memaksa satu sama lain, maka hal ini akan menyuburkan rasa cinta yang telah bersemayam di hati.
Semoga
Allah senantiasa memberikan kekuatan untuk bisa mengamalkan prinsip-prinsip
mulia nan agung ini dalam kehidupan kita. Semoga Allah menambah kecintaan
kepada saudara kita, demi meraih ridha-Nya.
Wallahu
a’lam.
(Diadaptasi
dari artikel berjudul How We Should Treat Each Other karya Syaikh Khalid As
Saq’abi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar