
Salim bin Abdullah dari
ayahnya, mengatakan bahwa Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang
memberi nasihat (dalam riwayat lain: menyalahkan) saudaranya perihal malu. (Ia
berkata, “Sesungguhnya engkau selalu merasa malu”, seakan-akan ia berkata,
“Sesungguhnya malu itu membahayakanmu.”) Lalu, Rasulullah saw. bersabda,
“Biarkan dia, karena malu itu sebagian dari iman.” (Shahih Bukhari)
Abu Hurairah r.a. mengatakan
bahwa Nabi saw. bersabda, “Iman itu ada enam puluh lebih cabangnya, dan malu
adalah salah satu cabang iman.” (Shahih Bukhari)
Diriwayatkan oleh Muslim dan
lainnya dengan lafal Sab’uuna ‘tujuh puluh’, dan inilah yang kuat menurut
pendapat saya, mengikuti pendapat Al-Qadhi Iyadh dan lainnya, sebagaimana telah
saya jelaskan dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah (Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, -red)
Luar biasa kan, bahwasanya rasa
malu itu bahkan di masukkan ke dalam salah satu bagian dari keimanan.
Dan yang lebih luar biasa lagi
adalah bahwasanya Rasulullah saw, sang teladan terbaik umat manusia, juga
memberikan keteladanan dalam urusan rasa malu.
Nabi Saw lebih malu daripada
seorang gadis dalam pingitannya. (HR Bukhari)
Hmmm, lalu apakah rasa rasa
malu yang kita miliki bisa menghambat kita dari pengembangan diri, dari tampil
di muka umum, dari memberikan koreksi terhadap orang lain, atau dari
kebaikan-kebaikan yang harus dilakukan dengan kepercayaan diri (PD), dan
terkadang kita masih belum terlalu PD atau masih suka sering salah, seperti
misalnya, berbicara di forum formal, forum massal, atau aktivitas yang terlihat
orang?
Sesungguhnya bukan itu rasa
malu yang sedang kita bicarakan. Rasa malu yang sedang kita bicarakan adalah
perasaan malu untuk berbuat kemaksiatan, perasaan malu terhadap Allah, dan
perasaan malu kalau tidak berbuat kebaikan. Nah, itulah rasa malu yang
sebenarnya.
Kalau dalam konteks rasa malu
untuk tampil di depan umum, belum percaya diri, grogi, takut salah, dll, maka
mungkin itu lebih tepat digolongkan ke dalam rasa minder.
Karena sesungguhnya rasa malu
itu punya tempat, dan rasa malu yang baik itu pasti kan membawa kebaikan bagi
pemiliknya.
Hadis riwayat Imran bin Husaini
ra., ia berkata: Nabi saw. pernah bersabda: Malu itu tidak datang kecuali
dengan membawa kebaikan. (Shahih Muslim)
Jadi, jangan pernah malu jika
mau berkembang, belajar, ataupun bertanya, meskipun untuk hal-hal yang
terdengar sepertinya “tabu” jika harus diungkapkan di forum umum.
Simak kesaksian ibunda kaum
muslimin ketika berbicara mengenai keutamaan wanita-wanita Anshar, yang
menyatakan bahwa (kurang lebih), sebaik-baiknya wanita adalah wanita Anshar,
rasa malu yang mereka miliki tidak menghalangi mereka dari memperdalam agama.
Hadis riwayat Aisyah ra., ia
berkata: Seorang wanita bertanya kepada Nabi saw. tentang cara wanita mandi
wajib dari haid? Perawi hadis berkata: Kemudian Aisyah menjelaskan bahwa beliau
mengajarkannya cara mandi. (Di antara sabda beliau): Engkau ambil kapas yang
diberi misik, lalu bersihkan dengan kapas itu. Wanita itu berkata: Bagaimana
cara membersihkannya? Beliau bersabda: Maha suci Allah! Bersihkan saja dengan
kapas itu. Dan beliau bersembunyi. (Sufyan bin Uyainah memberi isyarat tangan
kepada kami pada wajahnya). Perawi hadis melanjutkan: Aisyah berkata: Aku tarik
wanita itu mendekati aku. Aku tahu apa yang diinginkan Nabi saw, lalu aku
berkata kepadanya: Bersihkan bekas darah haidmu dengan kapas itu. (Shahih
Muslim)
Simak pula pertanyaan seorang
muslimah yang sedang bertanya mengenai hal (sangat mungkin) berasal dari
pengalaman pribadinya.
Hadis riwayat Ummu Salamah ra.,
ia berkata: Ummu Sulaim datang kepada Nabi saw. lalu berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah seorang wanita wajib
mandi jika bermimpi? Rasulullah saw. bersabda: Ya, apabila ia melihat air
(mani). Ummu Sulaim berkata lagi: Wahai Rasulullah, apakah wanita juga
bermimpi? Beliau bersabda: Beruntunglah engkau. (Kalau tidak demikian), dari
mana anaknya mirip dengannya. (Shahih Muslim)
Imam Ali ra pun memiliki rasa
malu, namun rasa malunya tidak menghalanginya dari mencari kejelasan dalam
urusan agamanya, lihatlah bagaimana ia dengan cermat mengambil solusi tuk
mengatasi rasa malunya.
Hadis riwayat Ali ra., ia
berkata: Aku adalah lelaki yang sering keluar mazi dan aku malu bertanya kepada
Nabi saw., karena posisi putri beliau. Lalu aku menyuruh Miqdad bin Aswad.
Miqdad lalu menanyakan hal itu kepada beliau. Beliau bersabda: Hendaknya ia
membasuh kemaluannya lalu berwudu. (Shahih Muslim)
Jadi, intinya, milikilah rasa
malu, karena rasa malu itu memiliki keutamaan yang tinggi dalam Islam, sehingga
akhirnya rasa malu itu bisa menghalangi kita dari berbuat dosa maupun
kemaksiatan. Namun, tempatkan rasa malu itu pada koridornya yang benar, untuk
beberapa hal, menjadi seorang yang pemalu itu tidak tepat, contohnya ketika
ingin menuntut ilmu, ataupun ketika kita akan berbuat kebaikan, karena
sesungguhnya rasa malu itu membawa kebaikan.
Wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar